bab iv hasil penelitian dan pembahasan (desa tampak siring
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
1.
Diskripsi
Desa
Desa Tampak
Siring Kec. Batukling memiliki luas wilayah 502.448 Ha2 dengan
jumlah penduduk sebanyak 4211jiwa.
Dengan rata kepadatan 1,272 jiwa (masih cukup longgar ) dan jarak dari ibu Kota
Kecamatan 6,5 Km dan terletak pada ketinggian 203-506 M dari permukaan laut
dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Teratak
Sebelah Selatan : Desa
Otak Desa
Sebelah Barat : Selebung
Sebelah Timur : Desa
Peresak
Dari luas
wilayah 502.448 Ha2 ini terbagi menjadi 11 (sebelas ) kekadusan
terdiri dari :
1.
Batu
Mete
2.
Tampak
Siring
3.
Lekong
Petelahan
4.
Antak-Antak
5.
Pedandan
6.
Lendang
Kekah
7.
Dasan
Baru
8.
Sanggok
9.
Gubuk
Belimbing
10.
Benang
11.
Jadot
2.
Pemerintahan
Struktur
perangkat pemerintahan Desa tampak siring dapat dirincikan sebagai berikut :
Kepala Desa :
Mahrum
Sekretaris Desa :
Muslimun
Kaur Pemerintahan :
Muh. Tohri
Kaur Pembangunan : Sopian
Kaur Kesra :
Muslimin
Kaur Keuangan :
Nurhasanah
Kaur Umum :
Muhtar
Kaur Ekbang :
Sudirman
Sedangkan
kekadusan di Desa Tampak Siring Kepala sebanyak 11 kekadusan dengan rincian
sebagai berikut :
a.
Kadus
Batu Mete : Tohri
b.
Kadus
Lekong Petelahan : Ramli
c.
Kadus
Antak-Antak : Bp. Seni
d.
Kadus
Pedandan : H. Anwar
e.
Kadus
Dasan Baru : M. Arsyad
f.
Kadus
Jeranjang : Tahir
g.
Kadus
Lendang Kekah : Mustiadi, QH S.Sos.I
h.
Kadus
Gubuk Belimbing : Marjan
i.
Kadus
Benang : H. Mulidah
j.
Kadus
Jadot : Saleh
Selanjutnya pemerintah Desa tampak
siring dilengkapi dengan instansi lembaga Desa sebagai mitra kepala Desa dalam
melaksanakan tugas pemerintahan di Desa tampak siring kec. Batukliang baik
dalam bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan dan SDM masyarakat Desa tampak
siring. Adapun instansi mitra kepala Desa tampak siring dapat dirincikan
sebagai berikut :
1.
Perwakilan Desa (BPD)
2.
LKMD
3.
TPPKK
4.
IPP
5.
Karang
Taruna
6.
Remaja
Masjid
a.
Remaja
Masjid Nurul Jihad Jadot
b.
Remaja
Masjid Tampak Siring
c.
Remaja
Masjid Jeranjang
d.
Remaja
Masjid Lendang Kekah
e.
Remaja
Masjid Dasan Baru
7.
Kelompok
Tani dan Ternak
8.
UED.
SP
9.
PKBM
10.
HPM
Tampak Siring
11.
Kelompok
Zikir
12.
Kelompok
Arisan
13.
Kelompok
UPPKS
14.
Kelompok
Pamswakarsa
a.
Amphibi
b.
Yatofa
c.
Hizbullah
NW
d.
Elang
Merah
e.
Buru
Jejak
f.
Tiga
Bersatu
15.
Kelompok
Majlis Taklim
Dengan jumlah
penduduk yang begitu masih longgar di Desa tampak siring kec. Batukling Lombok
tengah,bamyak penduduk yang menggantungkan hidupnya mereka pertanian,
peternakan sapi, industry rumah tangga, dan sopir. Jumlah dari penduduk
sebagian ada yang memanfaatkan kehidupan mereka pada TKI. Yang rata – rata
mencari penghasilan keluar negri.
3.
Sosial
Dalam
meningkatkan kualitas SDM di Desa tampak kec. Batukliang, maka pemerintah Desa
tampak siring menigkatkan kualitas yang lebih baik lagi. Baik itu dari kwalitas
pemahaman, kebudayaan, pembangunan, dan pendidikan. Terbukti dengan telah
adanya bangunan sarana dan prasana yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat itu
sendiri dalam meningkatkan SDM yang ada.
Dapat
digambarkan bahwa sarana pendidikan dari tingkat TK/PAUD, SD/MI, SMP/MTS,
SMA/MA, baik Negri maupun Swasta sebanyak 7 buah, guru 119 orang dengan jumlah
murid 1182 dengan kelulusan rata-rata 90% dengan angka melanjutkan 95% .
Dibandingkan
kesehatan dari tahun ke tahun, cukup menggembirakan karena ini didukung oleh
sarana dan prasarana yang cukup memadai dan partisifasi masyarakat yang cukup
tinggi dalam rangka menuju masyarakat yang sejahtra dan aman. Dalam pelayanan
kesehatan dapat di gambarkan sebagai berikut :
1. Polindes : 1 buah
2. Posyandu : 11 buah
3. Dua (2) orang dokter
4. Delapan (8) dukun bersalin
Dalam bidang
penghayatan dan pengamalan ajaran agama, Desa Tampak Siring Kec. Batukliang
mempunyai kerukunan dan ketaatan yang cukup tinggi dalam melaksanakan ibadah
setiap hari, ini terbukti dengan adanya pengajian umum (majlis taklim) yang
dihadiri oleh sebagian besar masyarakat Desa tampak siring kec. Batukliang baik
yang di laksanakan di masjid maupun di madrasah dan dimushalla. Dapat
digambarkan bahwa pelayanan dalam bidang agama sangat maju dengan perincian
tempat ibadah sebagai berikut :
1.
Masjid
: 11 buah
2.
Mushalla
: 13 buah
3.
Madrasah : 4 buah
Dengan jumlah pemeluk agama islam 100%. Di Desa tampak siring tidak
ada agama lain selain agama islam jadi bisa disimpulkan bahwa dalam menjalankan
ibadah setiap harinya masyarakat dalam keadaan tenang dan aman.
4.
Pertanian
Kawasan Desa tampak siring memang tidak bisa dipunngkiri yang lebih dominan
perSAWahan dan yang sebagiannya adalah perkebuna yang masih luas dan sedikit
sekali perumahan karena pemukiman di Desa tampak siring masih bida dikatakan
minim, Luas tanah SAWah di Desa tampak siring kec. Batukliang dengan perincian
sebagai berikut :
1. Sawah irigasi : 78.765 Ha
2. Tanah irigasi : 76. 500 Ha
3. Sawah tanah hujan : 23.500 Ha
4. Perumah : 51. 020 Ha
5. Perkebunan : 255. 365 Ha
5.
Angkutan
dan komunikasi
Angkutan dan
sarana komunikasi merupakan fasilitas yang sangat penting bagi masyarakat Desa
tampak siring kec. Batukliang gambaran jumlah kendaraan bermotor di Desa tampak
siring sebagai berikut :
1. Mobil : 50 yunit
2. Motor : 120 yunit
3. Cidomo : 3 yunit
4. Sempeda Dayung : - . dll
6.
Bidang
kesejahtraan rakyat
Bidang
kesehatan Desa Tampak Siring Kec. Batukliang menurut agama dan kepercayaan
terhadap Allah SWT :
a. Pemeluk agama islam :
100%
b. Pemeluk agama Kristen : -
c. Pemeluk agama protestan :
-
d. Pemeluk agama hindu : -
e. Pemeluk agama budha : -
f. Pemeluk agama kongngucu : -
7.
Bidang
keamanan dan ketertiban
Bidang keamanan
dan ketertiban haruslah steril di setiap Desa, karena dengan keamanan dan
ketertiban yang terlaksana di sebuah Desa maka semua program akan terlaksana
dengan baik. Di Desa tampak siring sendiri bidang keamanan sangat diutamakan
karena terlihat dari berbagai macam organisasi yang ada maka mereka membetuk
suatu pertahanan bersama. Dengan demikian keamanan dan ketertiban terlaksana
secara aman. Dari organisasi yang ada di Desa tampak siring dapat kita lihat
sebagai berikut :
a. Amphibi
b. Hizbullah
c. Yatofa
d. Buru Jejak
e. Elang Merah dll
Mereka membentuk suatu kelompok keamanan gabungan yang terbentuk dalam
program “Keamanan Desa Terpadu” yang terlaksana secara bergantian disetiap
dusun, dan mereka juga melakukan patroli keliling kesetiap dusun dengan cara
silih berganti dari dusun yang satu ke dusun yang lain. Ini merupakan suatu kerukunan yang terbentuk dari rasa sosial yang
masih erat di Desa tampak siring kec. Batukliang .
8.
Bidang Kesejahtraan Sosial
Pengertiann
kesejahtraan sosial ada dua :
1.
Tradisional: Kesejahteraan Sosial berarti
jompo beberapa tergantung pada metode untuk mengajarkan orang untuk melindungi
lingkungannya secara efektif
2. Modern: Kesejahteraan
Sosial modern adalah perencanaan dimana orang akan mengurangi masalah di bawah
setiap organisasi sosial. (blogspot.com)
Bagi masyarakat Desa Tampak Siring kesejahtraan
adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
kehiduapan yang sejahtra sebuah Desa akan makmur dan akan tergambar psikologi
dari karakter masyarakat tersebut.
Berikut ini ada beberapa Tujuan Kesejahteraan
Sosial antara lain :
1)
Kesejahteraan untuk semua.
2)
Secara keseluruhan kesejahteraan bagi manusia.
3)
Bantuan untuk mengisi-up hak-hak dasar.
4)
Bantuan untuk peran dalam masyarakat.
5)
Bantuan bagi masyarakat miskin dan rentan.
6)
Pembangunan untuk pria dan lingkungan.
7)
Masalah sosial mitigasi.
8)
Sumber daya manusia pembangunan.
9)
Perubahan sosial.
10)
Untuk mengembangkan hubungan sosial.
11)
Sosial kontrol.
12)
Kelas bawah-pemberdayaan dalam masyarakat.
13)
Bantuan untuk sosialisasi.
14)
Saldo distribusi sumber daya dan fasilitas.
15)
Tetap peran orang-orang di masyarakat.
Gambaran
kesejahtraan Desa tampak siring kec. Batukliang dapat kita lihat sebaga berikut
:
a)
Tingkat
perkapita bagus
b)
Tingkat
pendidikan baik
c)
Jumlah
anggota KK agak berkurang.
d)
Perumahan
penduduk sudah ada perkembangan dari rumah kumuh.
Demikian gambaran umum Desa Tampak Siring Kec.Batukliang Lombok
Tengah dengan program-program yang sudah penulis paparkan. ( Data Desa : 2013)
B.
Pelaksanaan Strategi Dakwah TGH. ABDUL MALIK
MAHMUD
1.
Jenis
– Jenis Kegiatan Dakwah TGH. ABDUL MALIK
MAHMUD
Jenis kegiatan
yang dimaksud adalah bentuk kegiatan atau misi islam yang tentunya semuai
kegiatan termasuk kegiatan dakwah Islamiah karena semuanya itu mengacu pada
ajakan atau merealisasikan ajaran islam. Adapun bentuk – bentuk kegiatan
sebagai berikut :
a.
Pengajian
Rutin
Pengajian rutin
ini dilakukan dalam bentuk ceramah yang diadakan di masjid, mushalla dan di
madrasah NW yang ada di wilayah kec. Batukliang dengan sistim Khalaqah (duduk bersilah) yang di hadiri oleh jamaah
yang tidak menentu jumlahnya. Jumlah minimal dari jamaah yang hadir 50 orang
dengan maksimal tidak terbatas. Pengajian rutin ini dilaksanakandalam bentuk
harian (pada murid-murid madrasah disekitar pondok pesantren), mingguan
(dikalangan jamaah yang bertempat di Masjid atau Mushalla) bulanan ( yang
biasanya di adakan pada awal bulan atau pengajian akhir bulan) dan acara
pengajian tahunan (pada acara –acara tertentu seperti pada hari – hari besar
islam, acara Silaturrahmi 1 Syawal, Maulid, Isro’ Mi’raj dan lain-lain. Dengan
jadwal yang telah disepakati oleh masing-masing panitia pengajian.
b.
Pembacaan
Hizib NW dan Al-Brazanji
Hizib Nahdlatul
Wathan adalah adalah disusun oleh pendiri NW, NWDI dan NBDI yaitu Almagfurulahu
Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid yitu pada tahun 1360 H.
Yang dimana Hizib itu sendiri berisi susunan doa-doa dari al-qur’an,
hadis-hadis dan doa para aulia’ allah dan para ulama’ yang dikumpulakn dalam
satu kitab yang diberi nama Hizib NW. selaku pendiri NW di Pancor Lombok Timur
penyusun Hizib sendiri memerintah suapaya Hizib disebarkan agar ummat manusia
semuanya menjadi insane yang baik. Itulah sebabnya dalam dakwah islamiah TGH
ABDUL MALIK MAHMUD menyebarkan dan melaksanakan bacaan Hizib di masjid- masjid
dan mushalla selain itu juga di baca pada saat pengajian sebagai doa sebelum
dan sesudah selesai acara dakwah (pengajian ) berlangsung. Selain pada saat
ngaji, Hizib juga di baca pada musim hajji yang dibaca langsung dirumah calon
jamaah hajji sebagai doa keselamatan dan supaya mendapat hajji yang mabrur.
Begitu juga
yang di lakuakan oleh TGH ABDUL MALIK MAHMUD dalam menjalankan dakwahnya yakni
membaca al-brazanji sebagai bentuk sanjungan kepada baginda rasulullas SAW dan
sebagai sarana dakwah untuk mengajak masyrakat supaya gemar membaca sholawat.
C.
SASARAN
DAKWAH ISLAMIAH TGH ABDUL MALIK MAHMUD
Sasaran dakwah
islamiah yang dikembangkan oleh TGH ABDUL MALIK MAHMUD adalah kepada para
jamaah yang nilai agama masih dibawah rata-rata, baik dari segi pemahaman agama
ataupun derajat sosial masyarakat dari berbagai aspek secara umum. Sehingga
untuk mencapai hal itu TGH ABDUL MALIK MAHMUD tidak hanya melakukan dakwah
secara lisan akan tetapi lebih jauh dari itu dengan langkah-langkah nyata lebih
dominan yang lebih dikenal dengan dakwah bil-hal.
Berikut ini akan dibahas sasaran dakwah islamiah TGH
ABDUL MALIK MAHMUD dalam rangka mengakat keterbelakangan masyarakat pada pemahaman tetang agama. Dari berbagai
aspek wawancara (penulis dengan TGH ABDUL MALIK MAHMUD pada Tanggal 17 Juli
2013) adalah sebagai berikut :
a.
Aspek
Spiritual
b.
Aspek
Politik
c.
Aspek
Kebudayaan
d.
Aspek
Ekonomi
D.
Pembahasan
1.
Permasalahan
Dalam Berdakwah
Problematika
dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, bahkan dari abad ke abad,
tentu sangat variatif. Tiap-tiap masa dan era memiliki tantangannya
sendiri-sendiri. Karena itu, dinamika agama (Islam) di manapun ia berada sangat
ditentukan oleh gerakan-gerakan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.
Pada zaman Nabi SAW, problematikan dakwah
diperhadapkan pada akulturasi budaya dan kondisi masyarakat yang telah memeluk
agama selain agama Islam, bahkan berbagai perubahan sebagai akibat banyaknya
ummat Islam yang hijrah ke Madinah sekaligus merubah sistem ekonomi, sosial
budaya dan bahkan status sosial.
Sepeninggal Nabi SAW, problematika dakwah tetap
muncul ke permukaan. Adanya sebagian umat Islam yang enggang mensosialisasikan
ajaran agama, misalnya tidak mengeluarkan zakat, termasuk problematika yang tak
terbantahkan. Di masa-masa berikutnya, perpecahan umat Islam ke dalam berbagai
aliran yang berdampak pada renggangnya solidaritas dan ukhuwah islāmiyah, juga
merupakan problematika abadi yang dihadapi oleh umat Islam sepanjang
sejarahnya.
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah
dihadang oleh kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin
memper-mantap terjadinya globalisasi dalam segala bidang kehidupan.
Dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi
tersebut bisa bebentuk positif, tapi juga negatif terhadap pelaksanaan dakwah.
Segi positifnya antara lain adalah mempermudah penyampaian dakwah melalui
jaringan-jaringan alat komunikasi canggih seperti, telepon, telefax, radio,
televisi, internet dan selainnya. Segi negatifnya antara lain adalah munculnya
gejala mendewakan perangkat-perangkat canggih tersebut, sehingga kegiatan
dakwah dalam arti tablīg dengan cara bertatap muka secara langsung, akan
berkurang frekuensinya.
Fenomena lain menunjukkan bahwa di zaman modern
ini, semakin meningkat berbagai jenis kejahatan dan akibatnya adalah semakin
terkikis sosialisasi ajaran-ajaran agama di kalangan masyarakat. Contoh kasus;
banyak di antara mereka yang terlambat melaksanakan shalat, bahkan ada yang
meninggalkan shalat, karena terlena duduk berlama-lama di depan televisi atau
internet dan semacamnya. Pada kasus lain, khususnya yang banyak menerpa
generasi muda sekarang ini adalah terbiusnya mereka dengan obat-obat terlarang,
misalnya, ganja, narkoba dan semacamnya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti
di atas, maka kegiatan amar ma’rūf dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan
kata lain, aktifitas dakwah harus senantiasa digalakkan di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tanpa kegiatan dakwah, maka
sosialisasi ajaran agama (Islam) akan mandek dan akan mengalami kevakuman.
Kaitannya dengan itu, Dr. H. Harifuddin Cawidu menyatakan bahwa :
“Bila dakwah berhenti maka lonceng kematian
Islam segera berbunyi. Itulah sebabnya, dakwah dalam arti yang luas mempunyai
posisi sentral dalam syiar dan pengembangan Islam, bahkan dakwah merupakan
merupakan watak, sekaligus ciri khas dari Islam sendiri”.
Pernyataan di
atas, mengindikasikan bahwa dakwah pada dasarnya adalah suatu proses yang
berkesinambungan berupa aktifitas-aktifias dinamis dalam rangka
mengaktualisasikan seluruh ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan di tengah-tengah
masyarakat.
Mad’u merupakan
salah satu unsur dalam da’wah. Proses da’wah tersusun dari beberapa unsur atau
komponen, yaitu: subjek (dä’i), materi (mäddah), metode (tharïqoh),
media (wasïlah), objek (mad’ü) dan efek (ätsar) dakwah.
Dalam membahas mad’u sebagai bagian dari rukun dakwah, Muhammad Abu al-Fath
Al-Bayyanuni membaginya kepada: pertama, dari lingkaran kedekatan dan tanggung
jawab; kedua, hak mad’u; ketiga, kewajiban mad’u; dan ashnaf
(golongan-golongan) mad’u. Dari segi lingkaran kedekatan dan tanggung jawab
bagi da’i, mad’u terbagi kepada dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat
luas. Untuk hak mad’u, al-Bayyanuni mengemukakan bahwa hal ini merupakan
ketetapan Allah bagi manusia. Allah tidak akan mengadzab mereka, selama belum
sampai dakwah kepada mereka. Dengan sendirinya, manusia seluruhnya mempunyai
hak untuk didakwahi, dan atau diutus rasul kepada mereka. Bahkan, ketika Rasulullah shallallähu 'alaihi wasallam tidak
menghiraukan seseorang yang datang dengan niat dan tujuan yang benar, karena
sedang fokus menda’wahi para pembesar dan tokoh Quraisy, Allah menegurnya.
Sedangkan kewajiban mad’u adalah menerima dakwah. Bila tidak, maka itu
sama dengan mendustakan para pembawa panji dakwah, dan dengan sendirnya
mendustakan serta tidak menghargai pengutusnya, yaitu Allah Subhänah wa Ta'äla.
Perkataan yang harus ada/ keluar, sebagai simbol komitmen hati, adalah sami’na
wa atho’na bukan sami’na wa ‘ashoina. Mad’u harus mustajib
(menerima) terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya.
Mengenai pembagian mad’u, secara global terbagi kepada dua: yang menerima,
dan yang menolak. Yang menerima disebut mu`min/ muslim/ muhtad/ mustajib,
sedangkan yang menolak disebut kafir/ dholl dan mu’ridh. Kaum mu`min dari segi
mendapat hidayah terbagi kepada muslim muhtad (yang ‘aqidah, ibadah dan
mu’amalahnya sesuai perintah Allah) dan muslim dholl (yang ‘aqidah, ibadah dan
mu’amalahnya ada penyimpangan; tidak sesuai perintah Allah). Sedangkan dari
segi kekuatan imannya, kaum mu`min terbagi kepada sabiq bi al-khairat,
muqtashid dan zhalim linafsih. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam
al-Qur`an.
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada
(pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu
adalah karunia yang Amat besar.
Dalam mengomentari ayat ini, Dewan Penterjemah memberikan catatan kaki,
bahwa: “Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang
yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah
orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang
dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah
orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan”.
Mengenai golongan kafir, al-Bayyanuni membaginya kepada:
1.
Al-Jahidun al-Mulhidun, adalah mereka yang mengingkari keberadaan dan
eksistensi Allah 'Azza wa Jalla.
2.
Al-Musyrikun al-Watsaniyyun, ialah mereka yang menyekutukan Allah dengan
selain-Nya, apakah dalam ‘aqidah maupun ‘ibadah.
3.
Ahlu Al-Kitab, mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada
Rasulullah shallallähu 'alaihi wasallam dari pemeluk agama-agama sebelumnya
yaitu Yahudi dan Nasrani.
4.
Al-Munafiqun, yaitu orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan
menampakkan keislaman
2.
Strategi
dalam dakwah
Strategi dakwah
adalah metode siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam aktivitas
dakwah. Asmuni menambahkan, strategi dakwah yang dipergunakan dalam usaha
dakwah harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
1.
Azas filosofi, yaitu azas yang membicarakan
tentang hal-hal yang erat hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai dalam
proses dakwah.
2.
azas psikologi, yaitu azas yang membahas
tentang masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i
adalah manusia, begitu juga sasaran atau objek dakwah yang memiliki karakter
kejiwaan yang unik, sehingga ketika terdapat hal-hal yang masih asing pada diri
mad’u tidak diasumsikan sebagai pemberontakan atau distorsi terhadap ajakan.
3.
Azas sosiologi, yaitu azas yang membahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah,
misalnya politik masyarakat setempat, mayoritas agama di daerah setempat,
filosofi sasaran dakwah, sosio-kultur dan lain sebagainya, yang sepenuhnya
diarahkan pada persaudaraan yang kokoh, sehingga tidak ada sekat diantara
elemen dakwah, baik kepada objek (mad’u)
maupun kepada sesama subjek (pelaku dakwah).Dalam mencoba memahami keberagamaan
masyarakat, antara konsepsi psikologi, sosiologi dan religiusitas hendaknya
tidak dipisahkan secara ketat, sebab jika terjadi akan menghasilkan kesimpulan
yang fatal.
4.
Azas kemampuan dan keahlian (Achievement And Profesional), yaitu azas
yang lebih menekankan pada kemampuan dan profesionalisme subjek dakwah dalam
menjalankan misinya. Latar belakang subjek dakwah akan dijadikan ukuran
kepercayaan mad’u;
5.
Azas efektifitas
dan efisiensi, yaitu azas yang
menekankan usaha melaksanakan kegiatan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan planning yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Seluruh azas yang dijelaskan di atas termuat
dalam metode dakwah yang harus dipahami oleh pelaku dakwah. Dimana Istilah metode atau methodos
(Yunani) diartikan sebagai rangkaian, sistematisasi
dan rujukan tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang matang, pasti
dan logis.
Ada beberapa metode dakwah
yang biasa digunakan oleh para pelaku dakwah:
a.
Metode Dakwah Qur’ani
Dalam kegiatan dakwah,
seorang subjek dakwah harus mampu mencari metode yang sesuai untuk digunakan,
sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.
Metode umum dari dakwah
qur’ani adalah memahami dan menguasai tafsir secara etimologi, sehingga dengan metode kajian pelaku dakwah dapat
mengetahui keistimewaan dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi pedoman dakwah,
seperti yang digambarkan dalam Q.S. Al-Nahl
(16) : 125:
äí÷Š$# 4’n<Î) È@‹Î6y™ y7Înu‘ ÏpyJõ3Ïtø:$$Î ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9ω»y_ur ÓÉL©9$$Î }‘Ïd ß`|¡ômr& 4
¨bÎ) y7u‘ uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#‹Î6y™ ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïωtGôgßJø9$$Î
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Depertemen Agama RI : 2011)
Tegas yang diberikan oleh
Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dan
pelaku dakwah lainnya, yaitu: Bi
Al-Hikmah, Maw‘Izah Al Hasanah Dan Mujādalah.
1.
Bi al-hikmah
Dakwah bi al-hikmah adalah pendapat atau uraian yang benar dan
memuat alasan-alasan atau dalil-dalil yang dapat menampakan kebenaran dan
menghilangkan keraguan. Konseptualisasi
hikmah merupakan perpaduan antara ilmu dan amal yang melahirkan pola kebijakan
dalam menyikapi orang lain dengan menghilangkan segala bentuk yang mengganggu.
Pemaknaan kata hikmah menurut M.
Husain adalah meletakkan kebenaran suatu perkara sesuai pada tempatnya. Sedang
sifat al-hikmah itu hadir dari
keterpaduan Al-Kibrah (Pengetahuan), Al-Mirā’ (Latihan) dan At-Tajribāh (Pengalaman). Jika ketiganya
bersemayam dalam diri maka akan terbentuk jiwa yang bijaksana.
Menurut Ibnu Rusyd, dakwah
bil hikmah adalah dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah pada
falsafah dengan nasehat yang baik, retorika yang efektif dan populer.
Dari pendapat di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah dengan hikmah pada intinya merupakan
penyeruan atau pengajakan dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, adil,
penuh kesabaran dan ketabahan. Hal ini dimaksudkan agar pelaku dakwah
memperhatikan situasi dengan menggunakan pola relevan dan realistis
sesuai tantangan dan kebutuhan.
2.
Maw’izah Al-Hasanah
Dakwah maw’izah al-hasanah adalah metode
dialog-dialog/pidato yang digunakan oleh komunikator, dimana objek dakwah dapat
memahami dan menganggap bahwa pesan yang disampaikan adalah sesuatu yang
bermanfaat dalam kehidupannya. Konsep maw’izat
sering diartikan sebagai tutur-kata yang baik dan nasihat yang baik,
sehingga dakwah yang ditempuh dengan menggunakan metode maw’izat al-hasanah orientasinya lebih pada menjawab kebutuhan
objek dakwah yang menDesak. Dengan demikian dakwah al-maw’izat al-hasanah jauh dari sikap egois, agitasi emosional dan
atau apologi. Cara dakwah ini lebih spesifik ditujukan kepada kelompok mad’u yang kurang mampu menganalisa
maksud materi.
3.
Mujādalah
Dakwah mujādalah adalah cara berdiskusi dan
berdebat dengan lemah lembut dan halus serta menggunakan berbagai upaya yang
mudah, sehingga dapat membendung hal-hal yang negatif dari objek dakwah. Konsep
tersebut merupakan kerangka upaya kreatif
dan adaptif dari pelaku dakwah dalam
menjalankan misi dakwahnya. Antara moral etik keagamaan dan etik sosial-historis yang berjalan
ditengah-tengah masyarakat dalam arti bingkai keagamaan tidak dapat begitu saja
terlepas dari doktrin tradisi dan kebiasaan masyarakat dalam pola
pelaksanaannya.
Metode inilah yang di isyaratkan oleh Allah
dalam QS. Al-Nahl ayat 125, akan tantangan zaman yang kelak dihadapi oleh para
pelaku dakwah, dimana bukan hanya dengan orang kafir atau orang yang tidak mau
mendengarkan seruan ajaran Islam sebagai bentuk ketidak pahaman dan reaksioner dari mad’u, namun tantangan ini terkadang datang dari sesama pelaku
dakwah, sehingga Al-Qur’an mengajak kepada umat manusia terutama pelaku dakwah
untuk selalu berdiskusi dengan baik dalam memecahkan masalah.
Adalah hal yang wajar jika manusia menginginkan
kemenangan dalam pertunjukan demi mempertahankan kebesaran dan kehormatan,
lebih lagi ketika sampai pada kebenaran. Terkadang metode tersebut dalam
Al-Qur’an diisyaratkan sebagai perintah berjihad demi agama Allah, karena misi
dakwah bukan karena beban namun merupakan kewajiban yang harus terwujudkan.
Dalam metode ini ada watak dan suasan yang
khas, yakni bersifat terbuka dan transparan, konfrontatif dan reaksionis,
namun pelaku dakwah harus tetap berpegang teguh pada karakteristik dakwah itu
sendiri. Berdebat dan berdiskusi, bukan ngotot-ngototan mempertahankan
kesalahan karena menjaga reputasi dan integritas namun berdebat mencari solusi
terbaik.
b.
Metode Dakwah Rasulullah
Ada beberapa fase yang dilalui oleh Rasulullah
dalam menjalankan risalahnya. Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang
pengembangan dan pembangunan masyarakat, terdapat tiga posisi penting
fungsi/peran Rasulullah SAW:
1.
Beliau sebagai peneliti masyarakat. Posisi dan
peran tersebut dilakukan ketika menjadi seorang pedagang sehingga beliau dapat
mengetahui karakter masyarakat dari berbagai bangsa-bangsa.
2.
Rasul sebagai pendidik umat (social educator). Adapun sistem
pembinaan dan pendidikan rasul adalah sistem kaderisasi, dimana pendidikan yang
dilakukan adalah pembinaan mental sahabat dan keluarganya dengan penanaman
aqidah yang benar.
3.
Rasulullah sebagai negarawan dan pembangun
masyarakat, hal ini tercermin dengan keberhasilan Rasul membangun Madinah. Pada
masa awal perkembangan Islam, masyarakat Islam menampilkan diri sebagai
masyarakat alternatif, karakter paling terpenting yang ditampilkan oleh umat
Islam saat itu adalah kedamaian dan kasih sayang.
Dari uraian di atas, secara singkat dapat
disimpulkan beberapa prinsip dan metode yang dilakukan oleh Rasul: Pertama, Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan analisis. Kedua, melalui perencanaan pembinaan,
pendidikan, pembangunan dan pengembangan masyarakat. Ketiga bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah) kemudian cara terbuka (marhalah alaniyah) diawali dari shahabat, keluarga dan teman dekat
kemudian masyarakat secara umum. Keempat
melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindarkan situasi yang negatif
meraih suasana yang positif. Kelima, melalui
syariat ajaran dan pranata Islam. Keenam,
melakukan kerjasama dengan komponen yang dapat mendukung dan membantu
mensukseskan kegiatan dakwah. Ketujuh, melalui
cara akomodatif, toleran dan saling
menghargai. Kedelapan, menjunjung
nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan dan demokrasi. Kesembilan, melalui pendekatan misi, maksudnya adalah mengirim
personil untuk menyampaikan risalah. Kesepuluh
adalah menggunakan bahasa
kaumnya, sesuai kemampuan pemikiran masyarakatnya (‘ala qadri uqulihim) dan kesebelas
adalah kolaborasi petunjuk Surat Al-Nahl ayat 125 seperti yang dijelaskan
di atas.
c.
Strategi Dakwah Kontemporer
Dewasa ini pelaku dakwah semakin dituntut agar
ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai macam problem yang
dihadapi umat. Banyaknya model dan lembaga dakwah yang ikut andil dalam
perjuangan menyebarkan ajaran Islam, menambah keyakinan umat Islam akan
keberhasilan dakwah. Keberagaman seseorang diharapkan tidak hanya sekedar
lambang keshalehan atau Islam berhenti sekedar disampaikan dalam khotbah saja,
melainkan secara strategi konsepsional menunjukan cara-cara yang
paling efektif dalam memecahkan masalah.
As-Syaikh Sayyid Sabiq salah seorang tokoh
dakwah yang dikenal dekat dengan Imam Hasan Al-Banna, melontarkan beberapa
prinsip dan ketentuan yang dipandang urgen dalam kepentingan dakwah masa kini.
Dalam pandangannya, kebangkitan yang menjanjikan kebaikan dalam aktivitas
dakwah akan tercapai dengan hanya membutuhkan 3 hal:
1.
Membutuhkan kesadaran yang sempurna.
2.
Pengorganisasian, dan
3.
Pemimpin (Qiyadah)
yang amanah.
Dewasa ini dalam rangka mewujudkan nilai-nilai
Islam dalam kenyataan sosio-kultur,
strategi dakwah kontemporer yang
merupakan langkah operasional untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki,
pelaksanaannya perlu dimodifikasi dengan pola sebagai berikut:
1.
Fact Finding
Fact finding adalah
pencarian fakta, artinya sebagai suatu kegiatan mencari data faktual yang pada
gilirannya akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan. Oleh karena itu
sebelum diadakan penaburan yang sesuai dengan kadar untuk medapatkan kualitas
yang memuaskan, maka terlebih dahulu berupaya untuk mendapatkan informasi
menyangkut masalah-masalah yang terjadi pada objek dakwah. Informasi yang
didapatkan adalah informasi yang bersifat faktual dan logis berkaitan dengan
kondisi masyarakat.
Dengan adanya informasi yang ditemukan
berkaitan dengan kondisi masyarakat, akan mudah menyusun sistematika dakwah,
memulai dan mengarahkan objek sesuai dengan tujuan dakwah.
2.
Perencanaan Dakwah (Pleanning Peaching)
Perencanaan pada umumnya dipandang sebagai
suatu metode untuk menggariskan tujuan (as
a method for delineating) dan cara-cara untuk mencapainya (ways of achievingthem).
Rosyad Sahaleh dalam bukunya “Manajemen Dakwah Islam” yang dikutib
oleh Muhammad Munir, megatakan bahwa: “Perencanaan dakwah adalah proses
pemikiran dalam pengambilan keputusan yang matang dan sistem mengenai
tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka
penyelenggaraan dakwah".
Bertitik tolak dari pengertian di atas,
jelaslah bahwa penyusunan rencana pelaksanaan dakwah tidak terlepas dari tujuan
yang hendak dicapai berdasarkan strategi yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, seluruh proses perencanaan mulai dari pengumpulan informasi sampai pada
penyusunan, norma-norma yang hidup di masyarakat tidak dapat terabaikan.
3.
Aktualisasi (Pelaksanaan
Dakwah)
Pelaksanaan dakwah yang dimaksudkan di sini
adalah keseluruhan usaha, cara pendekatan (approach)
yang dilakukan oleh subjek terhadap objek dakwah dengan menggunakan media
yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan dakwah pada suatu
lokasi/wilayah, harus memperhatikan set
timing atau penetapan waktu yang telah ditentukan. Adanya ketepatan pelaksanaan
sesuai dengan planning (perencanaan)
yang telah ditetapkan, dapat memberikan signal akan keberhasilan dakwah.
4. Controlling and Evaluating (Pengawasan dan Evaluasi)
Controlling adalah
merupakan salah satu fungsi organik managerial. Oleh George R. Terry dalam
bukunya Principles Of Management
sebagaimana yang dikutib oleh H. Ibrahim Lubis, mendefinisi pengawasan sebagai
proses untuk mendeterminasi apa yang
akan dilaksanakan, mengevaluasi pelaksanaan dan perlu menerapkan
tindakan-tindakan korektif sedemikian rupa sehigga pelaksanaan sesuai dengan
rencana”
Dalam pelaksanaan dakwah, controlling terdiri atas tindakan meneliti, apakah segala sesuatu
tercapai dan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, ataukah ada
kelengahan dalam pelaksanaannya. Controlling
pada kegiatan dakwah beroperasi pada da’i, materi dakwah, media dan metode
dakwah, serta respon mad’u sebagai penerima pesan.
Evaluasi dakwah yang dipergunakan di sini
adalah pengukuran dan perbandingan antara hasil-hasil yang nyatanya dicapai (das sein) dengan hasil-hasil yang
seharusnya dicapai (das selon). Antara
keduanya harus sesuai sehingga tidak menimbulkan masalah.
Karena dakwah
merupakan suatu proses maka kegiatan evaluasi harus disesuaikan dengan planning yang dijadikan rujukan kegiatan
dakwah sehingga dalam implementasi strategi dakwah benar-benar sesuai harapan
bersama.
Dr. Sayyid
Muhammad Nuh dalam bukunya Strategi Dakwah dan Pendidikan Ummat memberikan
beberapa bentuk strategi dakwah untuk transformasi umat di antaranya:
1.
Memperhatikan prioritas
2.
Memulai dakwah dengan meluruskan pemahaman dan
memperdalam kesadaran umat terhadap realitas;
3.
Menyampaikan dakwah melalui pemahaman dan
praktek yang menyeluruh, sinergis dan seimbang;
4.
Menjadikan ridho Allah sebagai tujuan;
5.
memahami dan menggunakan hukum sosial;
6.
Sabar, teguh, dan tenang.
Komentar
Posting Komentar
Mohon saran,,,,,,,
semoga apa yang kita baca memberikan manfaat